Selasa, 17 Desember 2019

SEJARAH TARI TOPENG KLANA



Assalamualaikum wr.wb
Hallo teman-teman! Kali ini kita bakal bahas tentang apasih tari topeng kelana itu? Berhubung di SANGGAR PURBASARI ini lebih sering menampilkan tari topeng kelana. Yuk kita baca...

Tari Topeng Cirebon merupakan salah satu tarian tradisional yang berasal dari Cirebon, termasuk Indramayu, Losari, Jatibarang, dan Brebes. Tarian ini salah satu tarian di tatar Parahyangan. Di Cirebon, tari topeng ini banyak sekali jenisnya, dalam hal gerakan ataupun cerita yang ingin disampaikan oleh para penari. Terkadang tari topeng akan dimainkan oleh satu penari dengan tarian tunggal, atau bisa juga dimainkan oleh beberapa penari.

Salah satu dari jenis tari topeng yang berasal dari Cirebon  yang paling sering dimainkan adalah Tari Topeng Klana. Tari topeng klana ini merupakan semacam bagian lain dari tari topeng cirebon lainnya yaitu seperti Tari Topeng Kencana Wungu. Adakalanya kedua tari Topeng ini disajikan secara bersama-sama atau digabungkan dan biasa disebut dengan Tari Topeng Klana Kencana Wungu.

Tari Topeng Klana ini merupakan salah satu gerakan tari yang menceritakan sang Prabu Minakjingga (Klana) yang tergila-gila pada kecantikan dari sang Ratu Kencana Wungu, sampai kemudian sang prabu minakjingga (klana) mulai berusaha mendapatkan sang pujaan hatinya Sang Ratu Kencana Wungu. Akan tetapi upaya untuk pengejarannya tidak mendapatkan hasil yang diinginkannya. Sang Prabu minakjingga ( klana ) ini pun sangat marah dan kecewa. Kemudian kemarahan yang tidak bisa lagi disembunyikannya dan dibendung memutuskan untuk membeberkan segala tabiat buruk dari Sang Ratu Kencana Wungu.

Pada dasarnya tari topeng klana ini bentuk serta warna topeng akan mewakili sebuah karakter atau watak dari tokoh yang dimainkannya. Klana, dengan topeng dan busana yang didominasi oleh warna merah mewakili karakter yang sangat tempramental. Pada tarian ini, Klana yang merupakan orang yang memiliki watak serakah, penuh amarah, serta tidak dapat menjaga hawa nafsu yang dimilikinya akan divisualisasikan ke dalam gerakan - gerakan tubuh seperti langkah kaki yang panjang-panjang dan juga menghentak. Sepasang tangannya juga terbuka dengan jari-jari yang selalu mengepal.

Sebagian dari gerak tari klana ini menggambarkan seseorang yang sangat gagah, mudah marah, seseorang yang mabuk, atau seseorang yang tertawa terbahak-bahak. Tarian ini dapat pula dipadukan dengan irama Gonjing yang kemudian dilanjutkan dengan Sarung Ilang. Pola pengadegan tarinya sama dengan topeng lainnya yang terdiri atas bagian baksarai (tari yang belum memakai kedok) serta bagian ngedok (tari yang memakai topeng).
Beberapa dalang topeng, misalnya Rasinah dan Menor (Carni), membagi tarian ini menjadi dua bagian. Bagian pertama, adalah tari topeng Klana yang diiringi dengan lagu Gonjing dan sarung Ilang. Bagian kedua, adalah Klana Udeng yang diiringi lagu Dermayonan.


Sejarah Tari Topeng Kelana
Tidak ada yang tahu pasti siapa yang pertama kali menciptakan tari topeng kelana ini. Yang pasti, tari topeng klana ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Singasari. Hal tersebut salah satunya dibuktikan oleh adanya catatan dalam sejarah Kerajaan Singasari yang terdapat pada Kitab Negara Kertagama yang menggambarkan Raja Hayam Wuruk yang sedang menari dengan menggunakan topeng yang terbuat dari emas.

Dahulu tari topeng kelana diyakini sebagai tari yang hanya dapat dipentaskan di dalam lingkungan kerajaan saja. Tari ini dibawakan oleh raja dan hanya dipertontonkan kepada para perempuan dalam lingkungan sekitar kerajaan, seperti para istri raja, mertua, hingga ipar perempuan raja. Hal ini dikarenakan pada zaman dahulu tari topeng kelana dinilai lebih bersifat spiritual daripada sebagai sarana hiburan. Secara umum, tari topeng kelana terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian baksarai dan ngedok. Baksarai merupakan pementasan tari ketika para penari belum mengenakan topeng, sedangkan ngedok merupakan bagian saat para penari sudah mengenakan topeng. Tari topeng kelana biasanya dipentaskan oleh seorang laki-laki, tapi pakem tersebut telah berubah. Sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, tari topeng klana pun juga mengalami perkembangan dari zaman ke zamannya, kini perempuan juga diperbolehkan mempelajari tari topeng klana dan  banyak yang mementaskan tarian topeng kelana. Tari topeng kelana biasa dipentaskan oleh 4-6 orang penari. Gerakan dalam tari topeng klana ini cenderung lebih energik dan bersemangat, tapi tetap memerlukan keluwesan tubuh untuk bisa mementaskannya. Dilihat dari gerakan dan topeng yang dikenakan, tari ini merupakan penggambaran dari seseorang yang berperilaku buruk, serakah, arogan layaknya tokoh Rahwana dalam pewayangan.

Banyak yang percaya bahwa tari topeng kelana ini merupakan tari yang sudah ada di kalangan istana, para raja di Pulau Jawa sebelum kemudian mulai berkembang di daerah Cirebon.

Di kalangan masyarakat Cirebon, tari topeng kelana merupakan tari yang boleh dipentaskan oleh siapa saja. Fungsi tari topeng klana ini sebagai sarana hiburan. Dengan iringan musik gojing yang meriah dan bersemangat, tari topeng kelana menjadi pementasan yang ciamik untuk ditonton masyarakat sekitar.

Tari topeng Klana sering pula disebut dengan topeng Rowana. Sebutan itu mengacu pada salah satu tokoh yang ada dalam cerita Ramayana, yakni tokoh wayang Rahwana. Secara kebetulan, karakternya sama persis dengan tokoh Klana dalam cerita Panji. Di Cirebon, topeng Klana dan Rowana kadang-kadang diartikan sebagai tarian yang sama, namun bagi beberapa dalang topeng, misalnya Sujana dan Keni dari Slangit; Sutini dari Kalianyar dan Tumus dari Kreo; membedakan kedua tarian tersebut, hanya kedoknya saja yang sama. Jika kedok Klana yang ditarikan itu memakai kostum irah-irahan atau makuta Rahwana di bagian kepalanya dan di bagian punggungnya memakai badong atau praba, maka itulah yang disebut topeng Rowana. Kostumnya jauh berbeda dengan topeng Klana dan kelihatan sangat mirip dengan kostum tokoh Rahwana dalam wayang wong.

Dalam pertunjukan topeng hajatan, yakni setelah tari topeng tersebut selesai, penari biasanya melakukan nyarayuda atau ngarayuda, yakni meminta uang kepada para penonton, tamu undangan, pemangku dan panitia hajat, para pedagang, dan lain-lain. Ia berkeliling seraya mengasong-asongkan kedok yang dipegang terbalik–bagian dalamnya terbuka dan bagian wajahnya menghadap ke bawah–dan kedok berubah fungsi menjadi wadah uang. Mereka memberikan uang seikhlasnya tanpa merasa ada suatu paksaan. Setelah merasa cukup, penari kembali ke panggung dan sebagai rasa terima kasih, ia kembali mempersembahkan beberapa gerakan tari topeng Klana, sebagai tarian ekstra.

Nyarayuda atau ngarayuda adalah sebuah pesan moral atau simbol yang mengingatkan kita tentang bagaimana sebaiknya beretika di masyarakat. Klana adalah seorang raja yang kaya raya, yang tak kurang suatu apapun, namun ia masih merasa kekurangan, merasa segalanya belum cukup, sehingga ia tetap berusaha untuk mengambil sebanyak-banyaknya harta tanpa memperdulikan apakah itu hak atau batil. Itulah sebenarnya pesan yang ingin disampaikan nyarayuda, yang artinya bukan semata-mata mengemis. Hidup, sebaiknya lebih banyak memberi daripada lebih banyak meminta. Itulah pesan yang ingin disampaikan pada tari topeng klana ini.

Terimakasih sudah membaca! Wassalamualaikum wr.wb

1 komentar: