Jumat, 13 Desember 2019

SELAMAT DATANG DI SANGGAR PURBASARI


   SELAMAT DATANG DI SANGGAR PURBASARI
 
      Sanggar Purbasari terletak ditengah kota Cirebon dan dipimpin oleh salah seorang putri dari dalang wayang ternama sekaligus dalang Topeng cirebon, diwilayah Gegesik kabupaten Cirebon yang bernama Dalang PURBA atau lebih dikenal dengan sebutan dalang JUBLAG almarhum, ,dia bernama BAEDAH,A.Md.
Alamat Sanggar Purbasari ini di PADEPOKAN ABDUL ADJIB ,Jl.Sukasari gang 4 No.30 Cirebon 45122.Contact Person : +62 81221 432 73
Sanggar Purbasari ini mengelola tari Topeng Cirebon versi gegesik yang merupakan budaya Cirebon warisan leluhur yang perlu kita lestarikan.
Baedah juga merupakan menantu dari sang maestro tarling Cirebon yaitu Almarhum Drs.H.Abdul Adjib.atau istri dari putra sang maestro tarling Cirebon yaitu INSAN S ADJIB.i
Sanggar purbasari ini juga tak hanya tari topeng yang ada didalamnya namun juga terdapat tari kreasi tradisional.

   Dalam kesempatan kali ini, yang saya bahas adalah tari topeng gegesik khusunya yang dipegang erat oleh pimpinan sanggar purbasari itu sendiri.

1. SEJARAH KESENIAN TARI TOPENG GEGESIK CIREBON
     Awalnya, kesenian ini merupakan bagian dari kehidupan dan nilai-nilai Islam yang terus hidup dan berkembang pada sebagian masyarakat yang terdapat di Gegesik. 4.1.1 Keadaan Geografis dan Administratif Kecamatan Gegesik Pembahasan tentang keadaan geografis Kecamatan Gegesik dimaksudkan dan dikembangkan dalam rangka untuk mengetahui kaitan antara kondisi geografis dengan keberadaan kesenian tradisional Topeng Gegesik. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Cirebon, tepatnya di Kecamatan Gegesik. Kecamatan Gegesik adalah sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Cirebon. Luas wilayah Kecamatan Gegesik 37,08 km2 terdiri dari sembilan desa, merupakan wilayah dengan kondisi daerah dataran rendah dan beriklim panas dengan suhu rata-rata mencapai 25ºC 34ºC. Wilayahnya sebagian besar adalah wilayah persawahan dengan luas 53,53 km² yang merupakan 63% dari seluruh luas wilayah Kecamatan Gegesik. Sebagian besar mata pencahariannya adalah buruh tani. berikut : Sedangkan untuk batas wilayah Kecamatan Gegesik adalah sebagai Sebelah Barat : Kecamatan Kaliwedi Utara : Kabupaten Indramayu Timur : Kecamatan Kapetakan dan Kecamatan Panguragan Sebelah Selatan : Kecamatan Arjawinangun.
     Sejalan dengan pendapat tersebut Elang Komarahadi (44), Pembina Kesenian Keraton Kacerbonan, mengatakan bahwa semua kesenian yang berkembang di masyarakat Cirebon pada awalnya berasal dari kesenian keraton yang fungsinya sebagai hiburan untuk tamu-tamu raja maupun untuk kegiatan upacara di keraton (Wawancara dengan Elang Komarahadi, 20 September 2010).
      Pada saat berkuasanya Sunan Gunung Jati sebagai pimpinan Islam di Cirebon, maka datanglah percobaan untuk meruntuhkan kekuasaan Cirebon di Jawa Barat tokoh pelakunya adalah Pangeran Welang (yang belum masuk Islam) dari daerah Karawang. Tokoh ini ternyata sangat sakti dan memilki pusaka sebuah pedang bernama Curug Sewu. Penguasa Cirebon beserta para pendukungnya tidak ada yang bias menandingi kesaktian Pangeran Welang. Dalam keadaan kritis diputuskan bahwa untuk menghadapi musuh yang demikian saktinya harus dihadapi dengan diplomasi kesenian. Setelah disepakati bersama antara Sunan Gunung Jati, Pangeran Cakrabuana dan Sunan Kalijaga, maka terbentuklah tim kesenian dengan penari yang sangat cantik adalah Nyi Mas Gandasari, dengan sarat menarinya harus memakai kedok/topeng. Mulailah kelompok kesenian ini mengadakan pertunjukan di setiap tempat lazimnya sekarang disebut ngamen. Dalam waktu singkat terkenalah kelompok ini dengan Pangeran Welang ingin menyaksikan kesenian tari topeng setelah menyaksikan sendiri kebolehan si penari, ketika itu pula ia jatuh cinta. Nyi Mas Gandasari pun berpura-pura menyambut cintanya dan pada saat Pangeran Welang melamar, maka Nyi Mas Gandasari memninta dilamar dengan pedang pusaka Curug Sewu. Pangeran pun tanpa berpikir menyerahkan pedang pusaka tersebut, dan pada saat itu pula hilang semua kesaktian Pangeran Welang. Dalam keadaan lemah lunglai tak berdaya, Pangeran Welang menyerah total kepada Nyi Mas Gandasari dan memohon ampun kepada Sunan Gunung Jati agar tidak dibunuh. Sunan Gunung Jati memberikan ampun dengan syarat harus masuk Islam. Pangeran Welang setelah masuk Islam diangkat sebagai pemungut cukai dan dia berganti nama menjadi Pangeran Graksan. Sedangkan pengikut Pangeran Welang yang tidak mau masuk Islam tetap ingin tinggal di Cirebon oleh Sunan Gunung Jati diperintahkan untuk menjaga keraton dan sekitarnya. Melihat keberhasilan misi kesenian topeng bias dijadikan penangkal serangan dari kekuatan-kekuatan jahat, maka pihak penguasa Cirebon menerapkan kesenian topeng ini untuk ngeruat suatu daerah yang dianggap angker dan sebagai kelanjutannya, hingga kini kesenian topeng ini masih digunakan di desa-desa untuk upacara adat seperti ngunjung, nadran, sedekah bumi, dan lain-lain. Setelah masyarakat menerima tradisi ngeruat itu, disamping harus ada pegelaran wayang kulit juga harus ada topeng di Cirebon, maka sangat suburlah tumbuhnya penari topeng di Cirebon (Proyek Pendataan KesenianCirebon, 2001: 203). Berdasarkan beberapa keterangan dan hasil studi pustaka yang penulis lakukan, ternyata keberadaan Tari Topeng Cirebon berhubungan dengan adanya raket dan wayang wong yang berkembang pada masa Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14 di Jawa Timur. Wayang wong dan raket adalah pertunjukan drama tari tanpa menggunakan topeng yang mengambil sumber cerita Ramayana dan Mahabarata. Wayang Topeng atau drama tari topeng sebagai hasil peleburan tradisi Hindu dengan Islam pada abad ke-15. Untuk mengembangkan kesenian topeng yang sangat popular pada waktu itu Sunan Kalijaga menciptakan topeng mengikuti model wayang gedhog, pertunjukan wayang kulit yang mengambil sumber cerita Panji, tetapi susunan tariannya ditafsirkan sebagai gambaran perkembangan jiwa manusia dari lahir sampai dewasa dan gambaran akhlak manusia yang baik dan yang buruk. Dari data yang dikemukakan oleh beberapa tokoh seniman topeng dan data kepustakaan yang telah dipaparkan di atas. Terlihat betapa besarnya peranan tokoh Islam tokoh Islam seperti Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga dalam upaya penciptaan penyebaran seni Tari Topeng Cirebon. Dengan berperannya para wali maka keberadaan topeng di wilayah budaya Cirebon menjadi berakar dalam sistem kehidupan masyarakat pendukungnya dan bertahan dari generasi ke generasi melalui para penggarapnya secara turun-temurun. Hal tersebut diperkuat dengan adanya peninggalan lima topeng kuno yang tersimpan di museum keraton Kanoman dan diperkirakan digunakan oleh pemerintah Sunan Gunung Jati sebagai media dakwah untuk penyebaran Islam di Cirebon pada abad ke-15. Dalam perkembangan selanjutnya topeng menjadi salah satu seni pertunjukan (jenis tarian) yang memiliki bentuk penyajian tersendiri yang disebut topeng babakan atau topeng dinaan yang para penarinya memakai kedok (topeng) sebagai penutup muka. Biasanya kedok yang ditampilkan pada satu kali pertunjukan terdiri dari topeng Panji, Pamindo (Samba), Rumyang, Tumenggung, dan Klana (Rowana). 4.2.2 Lahirnya Kesenian Tari Topeng Gegesik Dalam perkembangannya, Tari Topeng Gegesik tidak terlepas dari sejarah Tari Topeng Cirebon, karena Tari Topeng Gegesik merupakan salah satu dari sekian banyak gaya atau aliran Tari Topeng Cirebon. Tari Topeng Cirebon menyebar tidak hanya di daerah Cirebon atau kawasan budaya Cirebon saja, melainkan juga menyebar ke daerah-daerah lain di luar budaya Cirebon. Dalam hal ini Suanda pernah mengulas Cirebon sebagai daerah budaya besar. Berikut ini pernyataannya. Berbicara mengenai Cirebon sebagai wilayah budaya besar, akan termasuk di dalamnya, wilayah-wilayah Kabupaten dan Kodya Cirebon, Indramayu, sebagian dari Majalengka, Kuningan, Sumedang, Subang, Karawang, Tangerang, Bekasi, dan Banten. Malahan tergantung dari lingkup mana kita melihatnya, bisa juga memasukkan beberapa wilayah di Jawa Tengah, seperti Brebes dan Banyumas (Suanda, 1995: 18)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar