Jumat, 03 Januari 2020

TANDA TANYA BESAR DI BALIK PESONA TARI TOPENG CIREBON?

 Hallo sahabat literasi... Kembali lagi sama aku hehe.  Kali ini aku mau ngasih tau nihh. Ternyata tari topeng Cirebon memiliki pesona nya tersendiri loh.. Penasaran bagaimanakah pesona di balik nya?? langsung aja yukk scrool ke bawah yaa.. Selamat membaca sahabat literasi... 

8. PESONA DI BALIK TARI TOPENG CIREBON



     Sudah lama tari Topeng Cirebon mengundang tanda tanya akibat daya pesonanya yang tinggi, tidak saja di Indonesia tetapi juga di luar negeri. Tari Panji, yang merupakan tarian pertama dalam rangkaian Topeng Cirebon,adalah sebuah misterium. Sampai sekarang belum ada koreografer Indonesiayang mampu menciptakan tarian serupa untuk menandinginya. Tarian Panji seolah-olah “tidak menari”. Justru karena tariannya tidak spektakuler, maka iamerupakan sejatinya tarian, yakni perpaduan antara hakiki gerak dan hakikidiam. Bagi mereka yang kurang peka dalam pengalaman seni, tarian ini akan membosankan. Inilah teka-teki Tarian Panji dalam Topeng Cirebon. 
     Bagaimana penduduk desa mampu menciptakan tarian semacam itu? Penduduk desa yangtersebar di sekitar Cirebon hanyalah pewaris dan bukan penciptanya. 
Penduduk desa ini adalah juga penerus dari para penari Keraton Cirebon yang dulu memeliharanya. Ketika Raja-raja Cirebon diberi status “pegawai” olehGubernur Jenderal Daendels, dan tidak diperkenankan memerintah secara otonom lagi, maka sumber dana untuk memelihara semua kesenian Keraton tidak dimungkinkan lagi. Para abdi dalem Keraton terpaksa dibatasi sampaiyang amat diperlukan sesuai dengan “gaji” yang diterima Raja dari Pemerintah Hindia Belanda. Begitulah penari-penari dan penabuh gamelan Keraton harus mencari sumber hidupnya di rakyat pedesaan. Topeng Cirebon yang semula berpusat di Keraton-keraton, kini tersebar di lingkungan rakyat petani pedesaan. Dan seperti umumnya kesenian rakyat, maka Topeng Cirebon juga dengan cepat mengalami transformasi-transformasi. Proses transformasi itu berakhir dengan keadaannya yang sekarang, yakni berkembangnya berbagai “gaya” TopengCirebon, seperti Losari, Selangit, Kreo, Palimanan dan lain-lain.Untuk merekonstruksi kembali Topeng Cirebon yang baku, diperlukan studi perbandingan seni. Berbagai gaya Topeng Cirebon harus diperbandingkan satu sama lain sehingga tercapai pola dan strukturnya yang mendasarinya. Dengan metode demikian, maka akan kita peroleh bentuk yang mendekati “aslinya”. Namun metode ini tak dapat dilakukan tanpa berbekal dasar filosofi tariannya.

Dari mana filsafat tari Topeng Cirebon itu dapat dipastikan?
     Tentu saja dari serpihan-serpihan tarian yang sekarang ada dandipadukan dengan konteks budaya munculnya tarian tersebut. Konteks budayaTopeng Cirebon tentu tidak dapat dikembalikan pada budaya Cirebon sendiriyang sekarang. Untuk itu diperlukan penelusuran historis terhadapnya.

Siapakah Empu pencipta tarian ini?
     Sampai kiamat pun kita tak akan mengetahuinya, lantaran masyarakat Indonesia lama tidak akrab dengan budaya tulis. Meskipun budaya tulisdikenal di Keraton-keraton Indonesia, tetapi tidak terdapat kebiasaan mencatat pencipta-pencipta kesenian, kecuali dalam beberapa karya sastra nya saja. 

Di zaman mana? 
     Kalau pencipta tidak dikenal, sekurang-kurangnya di zaman mana Topeng Cirebon ini telah ada? Kepastian tentang ini tidak ada. Namun ada dugaan bahwa di zaman Raja Majapahit, Hayam Wuruk, tarian ini sudah dikenal. Dalam Negarakertagama dan Pararaton dikisahkan raja ini menaritopeng (kedok) yang terbuat dari emas. Hayam Wuruk menarikan topeng emas (atapel, anapuk) di lingkungan kaum perempuan istana Majapahit. Jadi Taritopeng Cirebon ini semula hanya ditarikan para raja dengan penonton perempuan (istri-istri raja, adik-adik perempuan raja, ipar-ipar perempuan raja,ibu mertua raja, ibunda raja).Dengan demikian dapat diduga bahwa Topeng Cirebon ini sudah populer di zaman Majapahit antara tahun 1300 sampai 1400 tarikh Masehi. 
     Mencari dasar filosofi tarian ini harus dikembalikan pada sistem kepercayaan Hindu-Budha-Jawa zaman Majapahit. Tetapi mengapa sampai di Keraton Cirebon? Setelah jatuhnya kerajaan Majapahit (1525), tarian ini rupanya dihidupkan oleh Sultan-sultan Demak yang mungkin mengagumi tarian iniatau memang dibutuhkan dalam kerangka konsep kekuasaan yang tetap spiritual. Dalam babad dikisahkan bahwa Raden Patah menari Klana di kakiGunung Lawu di hadapan Raja Majapahit, Brawijaya. Ini justru membuktikan bahwa Topeng Cirebon erat hubungannya dengan konsep kekuasaan Jawa. Bahwa hanya Raja yang berkuasa dapat menarikan topeng ini, ditunjukkan oleh babad, yang berarti kekuasaan atas Jawa telah beralih kepada Raden Patah, dan Raja Majapahit hanya sebagai penonton. Dari Demak tarian ini terbawa bersama penyebaran pengaruh politik Demak. Demak yang pesisir ini memperluas pengaruh kekuasaan dan Islamisasinya di seluruh daerah pesisir Jawa, yang ke arah barat sampai diKeraton Cirebon dan Keraton Banten. Inilah sebabnya berita-berita Belanda menyebutkan keberadaan tarian in di Istana Banten. Banten dan Cirebon, sedikit banyak membawa kebudayaan Jawa-Demak, terbukti dari penggunaan bahasa Jawa lamanya. Sedangkan Demak sendiri dilanjutkan oleh Pajang yang berada di pedalaman, kemudian digantikan oleh Mataram yang juga di pedalaman.Topeng Majapahit ini, dengan demikian, hanya hidup di daerah pesisir Jawa Barat, sedangkan di Jawa pedalaman topeng tidak hidup kecuali bentuk dramatik lakon Panjinya. Kalau topeng tetap hidup dalam fungsi ritualnya,tentunya juga berkembang di kerajaan-kerajaan Islam Jawa pedalaman. 
     Rupanya topeng dipelihara di Jawa Barat karena pesona seninya. Topeng sangat puitik dan kurang mengacu pada mitologi Panji yang hinduistik. Topeng lebih dilihat sebagai simbol yang mengacu pada realitas transenden. Inilah sebabnya sultan-sultan di Jawa Barat yang kuat Islamnya masih memelihara kesenian ini.Topeng Cirebon adalah simbol penciptaan semesta yang berdasarkan sistem kepercayaan Indonesia purba dan Hindu-Budha-Majapahit. Paham kepercayaan asli, di mana pun di Indonesia, dalam hal penciptaan adalah emanasi. Paham emanasi ini diperkaya dengan kepercayaan Hindu dan Budha. Paham emanasi tidak membedakan Pencipta dan ciptaan, karena ciptaan adalah bagian dari Sang Hyang Tunggal. 

Untuk pemaparan kali ini, sekian dulu yaa. Semoga bermanfaat untuk menambah wawasan sahabat literasi dimanapun berada. Oh iya, mohon maaf jikalau ada padanan kata yang kurang tepat karena masih proses belajar hehe.. Saran dan komentar nya ditunggu yaa. Terimakasih dan sampai jumpa di halaman aku selanjutnya.
Jangan lupa senyum hari ini:)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar